Kamis, 31 Maret 2016

Cerpen : “Lumpuhkan Ingatanku”

Cerpen :
“Lumpuhkan Ingatanku”

Jangan sembunyi
Kumohon padamu jangan sembunyi
Sembunyi dari apa yang terjadi
Tak seharusnya hatimu kau kunci

“Mario---“ seorang gadis cantik tengah berlari mendekat. Lengkingan suaranya telah berhasil membungkam pergerakan kaki lelaki didepannya.
“Ya” lelaki itu tengah menatap gadis dihadapannya dengan heran.
“Kenapa kau tak menungguku sampai aku keluar kelas?” Mario semakin mengernyit heran, kedua alis matanya tlah menjulang tinggi menandakan sebuah tanda besar didalam otaknya. Zilqie mulai mengerti, dia yakin sosok dihadapannya tengah kebingungan dan Zilqie bisa melihat itu dari sorot matanya.
“Aku kan pacarmu, kenapa kau tak menungguku” kata-kata itu meluncur manis dari mulut Zilqie. Tanpa dikomando dan tanpa bisa dicegah, Zilqie diam-diam tengah merutuki dirinya sendiri. Betapa bodohnya dia, kenapa kata-kata itu bisa keluar dari mulutnya!
Zilqie menundukkan kepalanya. Dia sangat takut dan malu dengan semua ini. Dengan kata-kata bodoh itu, dia kini menjadi pusat perhatian dengan hujatan dalam hati yang bisa dia rasakan dengan jelas. Ya—Hujatan itu berasal dari teman-teman sekolahnya yang tengah mencibirnya dengan sebuah kenyataan bahwa Zilqie lah, sosok gadis yang berhasil memiliki hati Mario, cowo terpopuler dengan ketampanan dan kekayaan yang melimpah.
“Haruskah itu” sanggah Mario dengan suara ketus. Membuat Zilqie sedih dan kian menundukkan wajahnya semakin dalam.
“Baiklah, kita pulang sekarang. Aku tak mau terus-terusan menjadi pusat perhatian gara-gara tingkah kekanak-kanakanmu” Mario menggenggam pergelangan tangan Zilqie. Membiarkan tubuh mungil itu berjalan sedikit terseret, berusaha menyeimbangkan langkah itu. Genggaman itu begitu kuat dan bertenaga, membuat Zilqie meringis kesakitan dengan bercak merah yang tengah membekas pada pergelangan tangannya. Zilqie hanya bisa diam, menghela nafas dengan berulang kali mencoba mencegah butiran-butiran kristal itu semakin menggenang dan menghujani pipinya. Zilqie kembali merutuki dirinya sendiri dengan semua kebodohan yang tengah diperbuatnya, membiarkan Mario kesal dan berlaku kasar kepadanya.

***

Bertanya…
Cobalah bertanya pada semua
Disini ku coba unntuk bertahan
Ungkapkan semua yang kurasakan

            Zilqie tengah terdiam menopang dagunya dengan kedua tangan yang dilipat diatas meja. Pandangannya tak pernah lepas pada sosok tampan dihadapannya. Senyuman itu tak pernah surut, sudah beberapa menit yang lalu ia menjalankan aktivitasnya sekarang, wajah pacar-nya yang tengah berseri-seri dengan canda dan tawa yang tak berhenti dari bibir manisnya yang tlah benar-benar menyita  gadis itu untuk tidak berpaling.
            Soprot mata Zilqie seketika surut, pandangan matanya telak tlah menangkap adegan mesra pacar-nya dengan Grania, gadis dengan dandanan modis dan sosok gadis populer disekolah. Hati Zilqie terbakar, dia benar-benar merasa cemburu dengan ini. Terlebih tak ada sedikitpun penolakan dari Mario, yang seolah-olah sedang menikmati perlakuan manis dari Grania. Kenapa Mario melakukan itu? Tak ingatkah dia ada Zilqie dihadapannya? Kenapa seolah-olah Mario tak menganggapnya ada. Kenapa Mario tak pernah memperlakukannya dengan sedikit manis.
            Hati gadis itu terlihat hancur, pandangan matanya kabur tertutup endapan airmata yang tengah menutupi kedua bola matanya. Benteng pertahanannya benar-benar runtuh, hancur tak bersisa. Dia tlah mencoba bertahan dengan ketidakperdulian Mario, dengan perlakuan kasarnya, dan dengan kata-kata pedasnya. Tapi tidakkah ada sedikit celah untuk memberikan kenyamanan itu? Zilqie tak pernah bisa memungkiri. Dia menginginkan itu, dia ingin diperlukan baik dan diperlukan olehnya. Tapi kenapa seolah semuanya menjadi sukar dan sangat sulit? Sangat tidak mungkin terjadi. Tapi kenapa dengan gadis lain Mario bisa? Mario bisa tertawa lepas dengannya. Mario bisa bersikap lembut dan baik dengannya. Mario bisa nenperdulikannya, bahkan sangat memperdulikannya. Tapi kenapa dengan Zilqie dia tidak? Kenapa? Apa bedanya Zilqie dengan gadis itu? Zilqie sudah cukup bertahan. Mengubur semua kesedihan yang tengah menyelimutinya. Membiarkannya kian menusuk menembus ulu hatinya.
            Napas Zilqie semakin memburu, sorot matanya memanas. Gadis itu – gadis itu tlah mencium Mario tepat didepannya. Kenapa sekarang terasa begitu menyakitkan? Dia sama sekali tak perduli denganku. Apakah aku se childish itu? apakah aku egois? Bila mengingkan pacarnya lebih memperhatikan dia daripada orang lain?

Kau acuhkan aku
Kau diamkan aku
Kau tinggalkan aku…

***

            Zilqie tlah menuruni anak tangga, kelasnya tlah selesai beberapa menit yang lalu. Membuat gadis pemilik mata hitam pekat itu kembali bernapas lega. Konsekuensinya benar-benar bayar. Pikirannya melayang entah kemana membuatnya seketika menjadi gadis pemurung, senyuman dan keceriaan itu telah lenyap. Meninggalkan sebuah sirat kesedihan yang kentara, wajahnya terlihat pucat, dan matanya yang sembab dan sayu. Kekecewaannya dengan Mario terasa benar-benar membekas.
            Dilangkahkan kakinya menuju ruang perpustakaan, berharap bisa menghilangkan rasa sedih dan lelah yang dia rasakan. Zilqie rasa, membaca beberapa novel fantasi dapat menghilangkan rasanya itu. perpustakaan terlihat sepi. Hanya beberapa orang yang tengah duduk dan berlalu lalang mengobrak-abrik isi rak buku untuk mendapatkan buku yang dikiranya menarik, namun ada juga yang tertidur dipojokan. Entah bener-bener tertidur atau sengaha tidur, Zilqie menggeleng-gelengkan kepala. Ditelusurinya rak dipojokan ruangan, membiarkan tangan mungilnya menyusuri setiap jengkal buku dihadapannya.
            “Emang lo mau Zilqie sakit hati nantinya?” smar-samar Zilqie mendengar namanya disebut saat tangan mungilnya tengah melayang menjinjing novel fantasi yang membuatnya tertarik.
            “Waktunya belum tepat, yan” Zilqie menajamkan telinganya dan mendengar jelas suara itu. Bukankah itu suaranya--- Mario? Dia berbicara dengan siapa? Yan? Apakah Ryan? Tapi--- Tapi dia bilang waktu? Waktunya belum tepat? Apa yang sebenarnya mereka bicarakan?
            “Ya, tapi gue gak tega sama Zilqie, yo. Belum lagi apa responnya nanti kalo dia  tau lo sebenarnya gak suka sama dia” Jadi? Mario engga suka sama dia? Lalu status hubungan mereka ini? Untuk apa Mario meminta Zilqie buat jadi pacarnya?
            “Ya--- mau gimana lagi. Gue khilaf waktu itu, gue kesel pas Grania mutusin gue. Gue dongkol, gue pengen buat Grania cemburu dan minta balikan lagi sama gue.”
            Zilqie tercekat, novel dalam genggaman tangannya pun hampir terlepas. Meluncur jatuh menghantam pilar-pilar lantai. Namun buru-buru Zilqie menggapainya.
            “Trus apa? Lo pacaran sama dia cuman mau manfaatin dia aja gitu? Harusnya lo bilang yo, lebih baik tau lebih awal daripada tau belakangan. Itu bakalan nyakitin hati Zilqie banget.”
“Gue gak bisa nagsih tau dia, yan” terdengar helaan napas Mario. Dia bingung, dia tidak tau harus bagaimana.
“Tapi sampai kapan? Harusnya lo tuh bilang sama Zilqie dari awal. Gak kayak gini” Mario kembali menghela napasnya dengan berat. Dia mengepalkan jemari tangannya, membierkan jari itu menjadi mengeras dan putih pucat.
Tiba-tiba menjatuhkan novel yang digenggamnya. Dengan langkah gontai Zilqie keluar dari tempat persembunyiannya. Kedua lelaku itu mulai menoleh pada sumber suara, napasnya seakan tercekat ketika melihat seorang gadis dengan raut pucat dan mata sembab keluar dari balik rak buku novel fantasi. Ryan pun terkejut dan mengangkat kedua tangannya menyerah.
“Oke, gue balik aja karna ini maslah kalian” Zilqie kembali memperhatikan lelaku dihadapannya.
“Kenapa gak bilang” Zilqie bergumam dengan suara pelan.
“Zilqie---“ Mario terperangah tidak tau harus berbuat apa.
“Kenapa gak bilang?” lagi-lagi Zilqie mengucapkan kata-kata yang sama.
“Listen. Aku bisa jelasin semuanya, Qie” ucap Mario sedikit memohon. Namun Zilqie hanya mengernyit, berjalan mundur ketika Mario melangkah mendekatinya.
“Apa? Kenapa gak bilang? Kenapa gak bilang semuanya dari awal?”
“Qie---“ Mario melangkah kian mendekat, berusaha menggapai tangan Zilqie dan menggenggamnya. Tapi dengan gerakan cepat, Zilqie menepis tangan itu dengan kasar.
“Aku punya salah apa sama kamu, yo? Kenapa kamu tega ngelakuin ini ke aku? Kenapa harus aku yang kamu jadiin pelampiasan? Kenapa yo? Kenapa?” Zilqie menggertak dengan suara bergetar. Bulir-bulir airmatanya sudah meluncur manis dengan derasnya. Mario hanya terdiam, merasa sedikit lega karena Zilqie tlah mengetahui semuanya. Tapi, kenapa sisi lain hatinya merasakan skait. Dia merasa tercekat karena melihat gadis didepannya menangis, menangis karnanya.
“Sekarang aku tau--- Aku tau, kenapa selama ini kamu gak perduli sma aku. Kenapa selama ini kamu selalu berbuat kasar ke aku. Kenapa kamu seolah-olah membenciku dan gak nganggap aku ada. Karna ternyata kamu cuman mainin aku kan?” Mario menggelengkan kepala. Dia sama sekali tak berniat menyakiti hatinya.
“Kau tau, betapa sakitnya aku? Kau tau betapa tersiksanya aku selama ini dengan semua sikapmu. Tapi aku cuma bisa diam. Kau sama sekali gak perduli sama aku. Kamu sama sekali tak pernah menghargaiku” Zilqie hanya tersenyum sinis, merutuki kebodohannya yang tak peka dan tampak buta tentang semua ini. Kenapa dia tak pernah curiga dengan kedatangan Mario yang tiba-tiba meminta menjadi pacarnya. Kenapa dia tak pernah curiga dengan semua itu? betapa bodohnya dia. Betapa butanya dia dengan pesona lelaki itu. Tak bisakah dia membedakan arti sorot mata Mario yang terlihat berbeda. Tak bisakah?
Mario terlihat mendengus frustasi. Dia sangat merasa bersalah dengan semua ini. Misnya tlah tercapai sempurna karena Grania tlah kembali ke pelukannya. Tapi kenapa dia merasa tercekat ketika melihat Zilqie menangis. Ulu hatinya terasa sesak seolah-olah ada yang mengganjal disana, menggerogoti dan menikamnya hingga tersayat dan perih. Digenggamnya tangan mungil itu kembali. Diremasnya lembut memberikan sensasi aneh disana.
“Maafin aku, Qie. Aku tau aku salah, aku kalut saat itu. Aku tidak tau
lagi apa yang harus aku lakukan” Zilqie menyentakkan tangan itu dengan kasar.
“Udah yo. Semuanya udah berakhir--- Gak ada gunanya lagi aku disini. Lupain semuanya, anggap kalo semua tak pernah terjadi. Anggap kalo aku gak pernah ada. Dan aku pun begitu. Aku akan mencoba menghapus memori tentang kita, aku akan mencoba melupakan rasa sakit ini.”
“Gak Qie---“
“Aku harus pergi. Terimakasih semuanya” Zilqie memandang sekilas Mario yang terpukau dengan kata-katanya. Hatinya terasa semakin tersayat melihat sorot penyesalan dari mata indah itu. Tapi kau telat yo. Aku udah terlanjur sakit dengan ini. Selamat tinggal, aku akan pergi dari kehidupan kamu. Akan melupakan semua memori tentang kita.
Zilqie membalikkan tubuhnya dan kembali melangkah pergi dengan derai airmata yang tak henti-hentinya menetes, mengabaikan teriakan Mario yang terus memanggil namanya. Dia terlanjur buta untuk tidak kembali melihatnya. Dia akan belajar tuli untuk tidak mendengarkan apapun tentangnya.

Lumpuhkanlah ingatanku
Hapuskan tentang dia
Ku ingin lupakannya

Jangan sembunyi…
Kumohon padamu jangan sembunyi
Sembunyi dari apa yang terjadi
Tak seharusnya hatimu kau kunci

Lumpuhkanlah ingatanku
Hapuskan tentang dia
Hapuskan memoriku tentangnya
Hilangkanlah ingatanku jika itu tentang dia

Ku inginku lupakannya


Minggu, 27 Maret 2016

Cerpen : "Sad Dream"


            Ragaku membawaku pada tebing bangunan itu. Bangunan yang membuat hatiku tenang ketika aku melihat penghuninya. Aku ingin melangkahkan kakiku ke dalam, namun entah kenapa terasa sangat berat. Ku ketuk lembut pintu itu, tanpa bersuara sedikit pun. Badanku seakan menjadi kaku, sekeras batu, ketika pintu terkuak dan menampakkkan wajah itu. Wajah yang membuatku rindu, aku tergugu ketika bibir itu perlahan terbuka menyebut namaku.
Apa yang aku rasakan sekarang?
            Dia menuntunku, perlahan berjalan menuju ruang dalam rumah itu. Aku pun terduduk, ketika kakiku tak mampu lagi menopang badanku yang lemas seperti kapas.
            “Ada apa nggid?”
            Ya Tuhan, aku rindu suara itu. Kenapa aku begitu damai ketika mendengarnya. Kenapa aku begitu ingin mendengarnya lagi.
            “Nggak pud, nggak ada apa-apa”
            Ku lihat senyum itu terukir indah dalam wajahnya. Jantungku berdetak kencang, mataku memanas, tubuhku bergetar. Ku edarkan pandanganku kearah lain, menetralisir getaran itu yang slalu hadir ketika melihatnya. Tak hanya melihatnya, ketika mengingatnya pun getaran itu begitu kuat terasa mendebar-debarkan jiwaku. Aku tercenung, bukan yang pertama, tapi yang kesekian kalinya. Boneka panda kecil itu dan hiasan kaca itu, aku melihatnya tergeletak pada jajaran panjang dalam ruang tamu.
            “Ternyata kamu masih menyimpannya”
            “Apa?” Katanya bingung.
            “Itu,---“ Ku tunjuk deretan barang-barang itu dengan tersenyum.
            “Ohh itu, tentu. Aku sengaja menaruhnya disana” Senyum itu terlihat lagi.
            Dia mengajakku kedalam kamarnya. Merelax kan hawa tegang yang mencekam. Perlahan dia mengambil gitar dan memetiknya pelan, mengalunkannya dengan sangat indah, sangat sangat indah . Hingga aku semakin terjebak didalamnya.
***
            Ke esokan harinya, aku kembali melangkahkan kaki pada rumah itu. Ku ketuknya dan kembali melihatnya. Kini dia tak mengajakku masuk kekamarnya, aku lebih memilih menunggu diluar, ketika dia bilang dia akan mandi. Gemericik air itu seperti alunan cinta yang merdu. Menenangkan jiwa yang gelisah entah karna apa. Perlahan pintu itu kembali terkuak, dengan rambut basah. Aku melihat sosok Pudtrha yang lain disana. Namun aku kembali tertunduk, menyembunyikan wajahku yang perlahan bersemu dengan sendirinya.
            Kita berdua terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Hingga aku tersadar dengan jejeran hiasan dalam kamar itu. Sanagt rapi dan sangat cantik, tapi--- kenapa hadiah ulang tahun dariku untuknya ditaruh pada ruang tamu? Bukan kamarnya
            Apakah itu pengecualian? Apakah ada perbedaan?
            Mataku memanas, peluh mata itu seakan berontak ingin keluar. Aku hanya diam tertunduk. Namun rasa kecewaku tak tertahankan lagi hingga aku bangkit dan meraih pintu. Dia meneriaku namaku, dan mengikutiku dari belakang. Aku tak perduli. Namun langkahku terhenti, ketika tepat didepan kamar tergeletak makanan dan minuman yang terjajar rapi di atas meja. Ku lihat Ibu nya Pudtrha yang menaruh. Aku hanya mengusap airmata ku dan tersenyum dengan beliau.
            “Apakah kau pacarnya Pudtrha, nak?”
            Ya. Aku ingin menjadi pacarnya Bu, tapi tak bisa. Pudtrha tak mencintaiku. Ingin ku katakan itu, namun sulit.
            “Tidak Bu, saya temannya” Hanya kata-kata itu yang keluar.
            Bersamaan dengan keluarnya Pudtrha di depan kami. Ibu pun melenggang pergi, senyumku tak dibalas olehnya. Aku sempat berpikiran, apakah Ibu tak menyukaiku. Namun semua berubah ketika Ibu kembali melewati kami dan membalas senyumku. Aku berpikir, buat apa senyum Ibu. Ketika senyum tulus dari anaknya yang justru ku inginkan malah bukan tertuju untukku lagi. Aku hanya serpihan masa lalu yang tak berarti untuknya.
            Ku makan sedikit masakan Mantan Calon Ibu Mertuaku itu, dan Pudtrha tiba-tiba ikut membantuku. Membantu memakan makanan dipiringku. Tuhan, aku ingin menghentikan detik ini.

            Hentikan !!
15-01-2014

Jumat, 25 Maret 2016

Harus Bagaimana?

Ada seorang jalang yang tak pernah berpikir tentang hal-hal yang akan dilakukannya. Terbangan debu sekalipun akan diikutinya tanpa alasan yang jelas. Buaian-buaian bunga mawar yang nan cantik pun di petiknya tanpa penghalangan apapun, hingga luka menganga tak pernah diindahkannya. Jalang itu, hanya jalang yang beruntung memiliki segalanya. Hanya beruntung memiliki simphoni cinta dari sang pujangga. Namun lagi-lagi dia hanya seorang jalang yang bahkan tak pernah mengetahui tentang cinta dan filosofi kehidupan. Kehidupan yang jauh dari pikiran sampahnya.
Suatu ketika sang pujangga-nya memberikannya begitu banyak sekali kebahagiaan yang jauuuh berlipat-lipat tanpa ikatan-ikatan bualan. Namun lagi-lagi jalang itu mengacaukan segalanya dengan sekali kedipan.
Jalang...
Lalu hal apa yang jalang itu lakukan lagi. Dua hari berturut-turut kau mengacaukan segalanya 😢

Selasa, 08 Maret 2016

Sakit

Aku yg selalu salah. Tak ku dapati satu kebenaranpun dari puing-puing hal yg kulakukan. Tak kumiliki secuil pengertian pun dari mereka. Aku berusaha buta untuk tak melihat hal tersebut mengguncang hatiku. Aku sudah cukup lega dengan sapaan pagi matahari yg menyelinap melintasi ruas jalan cahaya pada kamarku. Dengan senandung lagi yg menyapa dan membangunkanku. Namun hal itu tak bertahan lama, karna detik berikutnya, aku merasakan kesakitan yg luar biasa merelungi hatiku. Hingga berkeping keping tak berbentuk. Ternyata, dia pun tak mengertiku. Sang kekasih yg menjadi sandaran, ketika semua orang membenciku. Tak mengerti aku. Ketika semua orang bahkan tak menganggapku ada karena kehadiran orang lain, aku tak merasakan sesakit ini.

Minggu, 06 Maret 2016

Kadang

Aku cukup mengetahui tentang raungan malam, yang tak slalu indah dengan hamparan bintang-bintang dan sepercik cahaya bulan
Kadang malam tertutup awan
Namun kadang juga malam tertutup kepedihan

Aku cukup mengetahui tentang matahari terbit
Karena aku akan memburunya dengan berlari
Namun kadang jua aku menjauh
Karena merasa kerdil dibawah keindahannya

Aku cukup mengetahui tentang kata hati yang tak selalu sama
Kadang berbeda dengan perbedaan perasaan yang membingungkan
Kadang sama dengan alunan-alunan kenyataan

Coklat Tanpa Janji

       Sekuncup senyum yang menyapu setiap tepi jurang sedihku
             Aku tak mundur sekalipun
Hanya berdiam ditempat, dengan suatu isakan yang membuatnya mengetahui dimanakah jurang sedih yang menelanku
     Peluh luka, dengan berinci-inci sayatan yang tak bisa ku ketahui lagi dibagian mana saja,
          Karena semuanya terasa sakit
Begitu sakit hinggaku tak mampu tuk mengetahui secara pasti beberapa tempat itu

Namun….
        Ayunan angin tiba-tiba menerpa dan menarikku pada pelukannya
            Aku tak merasakan sakit lagi
Walaupun tangannya mengusap bagian-bagian tubuhku yang basah akan tinta merah
      Dia justru menenangkan
Menghanyutkan bagaikan air deras
                 Namun dia pun tak deras
Dia begitu tenang dengan kumpulan warna coklat tua matanya
    Mata yang indah

        Mata dan senyum itu, sama sekali tak memberiku lusinan janji
Bibir itu, tak menyapukan hembusan suara yang membuatku terbang keawan yang pada detik berikutnya menjatuhkanku pada dasar lautan
           Aku cukup bisa merasakan kehangatan dengan rengkuhan tubuhnya
        Dengan gengaman tangannya
Atau dengan glitikan jail pada telapak kakiku yang membuatku tergelak bersamanya
                 Hal-hal sederhana yang ditanamkannya begitu erat dalam pikiranku

Jepara, 28 Februari 2016