Rabu, 08 Juni 2016

Artikel : “Ramadhan Datang, Masjid Berdesakan, Puasa Menjadi Formalitas”



Ramadhan Datang, Masjid Berdesakan, Puasa Menjadi Formalitas



 


Bulan Ramadhan 1437 H telah tiba, jatuh pada tanggal 06 Juni 2016 yang menjadi suatu pintu pembuka menuju gerbang Ramadhan tahun ini. Bulan Ramadhan adalah bulan kesembilan dalam penanggalan agama Islam. Sepanjang bulan ini terdapat beberapa rangkaian aktivitas keagamaan yang terjalin. Seperti berpuasa, shalat tarawih, peringatan turunnya Al-Qur’an, mencari malam Laylatul Qadar, memperbanyak membaca Al-Qur’an dan kemudian mengakhirinya dengan membayar zakat fitrah dan rangkaian perayaan Idhul Fitri.
Tidak dapat dipungkiri bulan Ramadhan adalah bulan yang paling dinantikan oleh umat muslim, dengan berbagai keutamaan dan keistemawaan yang tercakup didalamnya. Setiap orang disibukkan dengan cara dirinya melaksanakan rangkaian bulan Ramadhan ini dengan mencari sebanyak-banyaknya pahala. Yang mana segala kebaikan yang dilakukan akan dilipat gandakan oleh Allah SWT. Misalkan seperti seseorang yang menjalani ibadah puasa dengan sempurna dalam satu bulan penuh, dan ketika hari lebaran tiba seseorang tersebut akan selayaknya menjadi seorang bayi yang baru dilahir yaitu bersih dari dosa-dosa.
Pada awal puasa jalanan akan semakin ramai menjelang adzan maghrib. Banyak orang yang mulai memadati tempat-tempat makan untuk persiapan berbuka puasa, antrian pun akan berjajar panjang tak seperti biasanya dan semakin banyak penjual minuman dan makanan yang kian berjejer rapat di sisi-sisi jalan.
Masjid Berdesakan
Masjid pun tak kalah lagi, semula yang terbangun dengan bangunan luas seakan berubah menjadi sempit karena jumlah jama’ah yang membeludak tak seperti biasanya. Umat muslim semakin berbondong-bondong menyemarakkan Ramadhan yang hanya akan ada satu bulan dalam setahun.
Menjelang shalat isya’ dan tarawih akan menjadi moment yang sering kali terpilih. Adapula masjid-masjid yang bukan hanya terlihat penuh, bahkan ada yang meluber sampai ke pelataran dan halaman karena kapasitas yang tidak imbang antara tempat dan yang menempatinya. Mungkin ini adalah suatu bentuk keantusiasan masyarakat dalam menyambut Ramadhan, selain itu juga sebagai ajang mensucikan diri, mencari pahala sebanyak-banyaknya dan kian mendekatkan diri kepada Allah.
Namun jika dengan tujuan demikian, harusnya bukan hanya pada bulan Ramadhan saja seseorang giat melakukan ibadah seperti itu. Bukankah jika melaksanakannya dengan kontinue, maka hakikat diri yang didapatkan akan semakin kuat dengan adanya bonus-bonus bulan suci seperti Ramadhan itu sendiri.
Sayangnya, nyatanya hanya pada bulan Ramadhan sajalah masjid akan sangat begitu ramai. Sebelum dan sesudah bulan Ramadhan akan kembali sepi seperti biasanya. Bahkan tak jarang pada keseharian terutama di desa-desa, masjid hanya didatangi oleh orang-orang tua yang hendak mempersiapkan kepantasan dirinya sebelum menghadap kematian.
Berlomba-lomba Mencari Pahala
Apabila tiba bulan Ramadan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu neraka dan setan-setan dibelenggu. Sementara itu, tentu tidak ada seorangpun di antara kita yang menolak untuk masuk surga dan sebaliknya, tentu tidak ada seorang pun di antara kita yang bersedia disiksa di dalam api neraka. Hal tersebutlah yang menjadi suatu dorongan untuk berlomba mencari dan memperbanyak pahala.
Akan tetapi kebiasaan yang terjadi ketika melaksanakan ibadah puasa, hanya menjadi bentuk formal yang dilakukan untuk melaksanakan kewajiban. Hakikat puasa itu sendiri seakan diruntuhkan, yang kemudian hanya terpusat pada menahan makan dan minum dengan kurun waktu yang tlah di tetapkan. Perkataan kotor dan menahan nafsu lainnya tidak sedikit tetap dilaksanakan entah dengan sengaja atau tidak.
Hendaknya puasa bukanlah hanya menjadi suatu batu loncatan untuk merayakan idul fitri. Namun sebaiknya, juga dinikmati. Tidak terburu-buru sehingga esensi puasa itu sendiri dapat dirasakan. Karena akan sia-sia, jika puasa hanya menahan lapar dan haus untuk kurun waktu tertentu, namun didalam hatinya selalu ingin puasa itu cepat selesai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar