“Ramadhan
Datang, Masjid Berdesakan, Puasa Menjadi Formalitas”
Bulan Ramadhan 1437 H telah tiba, jatuh pada tanggal 06 Juni 2016
yang menjadi suatu pintu pembuka menuju gerbang Ramadhan tahun ini. Bulan
Ramadhan adalah bulan kesembilan dalam penanggalan agama Islam. Sepanjang bulan
ini terdapat beberapa rangkaian aktivitas keagamaan yang terjalin. Seperti
berpuasa, shalat tarawih, peringatan turunnya Al-Qur’an, mencari malam Laylatul
Qadar, memperbanyak membaca Al-Qur’an dan kemudian mengakhirinya dengan
membayar zakat fitrah dan rangkaian perayaan Idhul Fitri.
Tidak dapat dipungkiri bulan Ramadhan adalah bulan yang paling
dinantikan oleh umat muslim, dengan berbagai keutamaan dan keistemawaan yang
tercakup didalamnya. Setiap orang disibukkan dengan cara dirinya melaksanakan
rangkaian bulan Ramadhan ini dengan mencari sebanyak-banyaknya pahala. Yang mana
segala kebaikan yang dilakukan akan dilipat gandakan oleh Allah SWT. Misalkan
seperti seseorang yang menjalani ibadah puasa dengan sempurna dalam satu bulan
penuh, dan ketika hari lebaran tiba seseorang tersebut akan selayaknya menjadi
seorang bayi yang baru dilahir yaitu bersih dari dosa-dosa.
Pada awal puasa jalanan akan semakin ramai menjelang adzan maghrib.
Banyak orang yang mulai memadati tempat-tempat makan untuk persiapan berbuka
puasa, antrian pun akan berjajar panjang tak seperti biasanya dan semakin
banyak penjual minuman dan makanan yang kian berjejer rapat di sisi-sisi jalan.
Masjid
Berdesakan
Masjid pun tak kalah lagi, semula yang terbangun dengan bangunan
luas seakan berubah menjadi sempit karena jumlah jama’ah yang membeludak tak
seperti biasanya. Umat muslim semakin berbondong-bondong menyemarakkan Ramadhan
yang hanya akan ada satu bulan dalam setahun.
Menjelang shalat isya’ dan tarawih akan menjadi moment yang sering
kali terpilih. Adapula masjid-masjid yang bukan hanya terlihat penuh, bahkan
ada yang meluber sampai ke pelataran dan halaman karena kapasitas yang tidak
imbang antara tempat dan yang menempatinya. Mungkin ini adalah suatu bentuk
keantusiasan masyarakat dalam menyambut Ramadhan, selain itu juga sebagai ajang
mensucikan diri, mencari pahala sebanyak-banyaknya dan kian mendekatkan diri
kepada Allah.
Namun jika dengan tujuan demikian, harusnya bukan hanya pada bulan
Ramadhan saja seseorang giat melakukan ibadah seperti itu. Bukankah jika
melaksanakannya dengan kontinue, maka hakikat diri yang didapatkan akan semakin
kuat dengan adanya bonus-bonus bulan suci seperti Ramadhan itu sendiri.
Sayangnya, nyatanya hanya pada bulan Ramadhan sajalah masjid akan
sangat begitu ramai. Sebelum dan sesudah bulan Ramadhan akan kembali sepi
seperti biasanya. Bahkan tak jarang pada keseharian terutama di desa-desa,
masjid hanya didatangi oleh orang-orang tua yang hendak mempersiapkan
kepantasan dirinya sebelum menghadap kematian.
Berlomba-lomba
Mencari Pahala
Apabila tiba bulan Ramadan, maka dibukalah pintu-pintu surga,
ditutuplah pintu neraka dan setan-setan dibelenggu. Sementara itu, tentu tidak
ada seorangpun di antara kita yang menolak untuk masuk surga dan sebaliknya,
tentu tidak ada seorang pun di antara kita yang bersedia disiksa di dalam api
neraka. Hal tersebutlah yang menjadi suatu dorongan untuk berlomba mencari dan
memperbanyak pahala.
Akan tetapi kebiasaan yang terjadi ketika melaksanakan ibadah
puasa, hanya menjadi bentuk formal yang dilakukan untuk melaksanakan kewajiban.
Hakikat puasa itu sendiri seakan diruntuhkan, yang kemudian hanya terpusat pada
menahan makan dan minum dengan kurun waktu yang tlah di tetapkan. Perkataan
kotor dan menahan nafsu lainnya tidak sedikit tetap dilaksanakan entah dengan
sengaja atau tidak.
Hendaknya puasa bukanlah hanya menjadi suatu batu loncatan untuk
merayakan idul fitri. Namun sebaiknya, juga dinikmati. Tidak terburu-buru
sehingga esensi puasa itu sendiri dapat dirasakan. Karena akan sia-sia, jika
puasa hanya menahan lapar dan haus untuk kurun waktu tertentu, namun didalam
hatinya selalu ingin puasa itu cepat selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar