Selasa, 21 Juni 2016

(News) “Online-Shop Syndrome"

“Online-Shop Syndrome"
Online-Shop merupakan suatu pasar dunia maya yang banyak digandrungi oleh berbagai jenis kalangan. Tidak melulu identik dengan kaum perempuan, ternyata kaum laki-laki pun sebagian menggandrunginya pula. Terlebih semakin bertambah banyaknya media sosial yang dengan mudah dapat diakses, menjadikan suatu momen promosi penjualan yang yang pas dan tergolong simple.
Zhe yaitu seorang konsumen Online-Shop yang bekerja di Bank Jateng Syari’ah, Ngaliyan, Semarang pun berkata bahwa dengan alasan himpitan pekerjaan yang banyak dan jadwal yang begitu padat, Online-Shop menjadi pelepas dahaga keperempuanannya dalam berbelanja. Ia yang cenderung menyukai simple life, dengan adanya penawaran jual beli yang semudah itu, ditambah dengan diskon-diskon special hampir disetiap bulannya, memilih untuk menggunakan Online-Shop daripada berbelanja langsung.
“Selain itu, saya rasa barang-barang yang di jual Online sama bagusnya kok dengan yang dijual di toko-toko. Yang penting kita sebagai konsumen harus mengetahui betul nama model atau bahan yang tertera di keterangan gambar, seperti misalnya Online-Shop pakaian misalnya,” lanjutnya.
Bentuk kemudahan yang ditawarkan memang menjadi tolak ukur dengan kondisi konsumen yang meluas. Secara logika mungkin akan lebih menguras dompet dengan harus membayar ongkos kirim, apalagi jika antara pemilik akun Online-Shop dengan konsumen berjarak lumayan jauh. Namun nyatanya pelanggan Online-Shop pun merasa tidak dirugikan. Karena selain tidak perlu repot-repot pergi ke suatu toko, menyesuaikan jadwal pekerjaan yang begitu padatnya, dan tidak perlu mengantri pula.

Ahmad Zaeni Mufti selaku konsumen laki-laki, ia pun mengatakan bahwa dirinya adalah konsumen Online-Shop elektronik sejati. Barang-barang elektronik apapun yang dibutuhkannya termasuk ponsel, ia lebih memilih untuk membelinya melalui Online-Shop daripada membeli langsung. Menurutnya, membeli barang di Online-Shop setiap satu barangnya, dengan merk yang sama, tipe yang sama, namun banyak sekali varian harganya. Akibatnya ia menganggap dirinya seperti kecanduan Online-Shop yang hanya diperlukan tenaga untuk menjinjing gadget, mengklik sesuatu yang menarik, dan kemudian membayarnya lewat atm.

(Artikel) “MPTH (Muka Putih Kulit Hitam”

“MPTH (Muka Putih Kulit Hitam”

Kecantikan merupakan hal penting yang selalu menjadi suatu perhatian khusus. Penentu dasar didalamnya adalah wajah, sehingga wajah pulalah yang menjadi tolak ukur pembentukan kecantikan pada diri seseorang. Sebetulnya kecantikan adalah suatu hal yang relatif. Kecantikan bisa diartikan dengan melalui penilaian dari dalam diri seseorang (inner beauty), seperti kecantikan yang terlihat dari hati, dari tingkah laku, dan dari tutur kata yang baik, itupun bisa mendasari suatu pengertian cantik itu sendiri. Namun banyak pula kalangan yang mengesampingkan konsep kecantikan yang seperti itu, dan lebih memilih untuk fokus dulu pada kecantikan yang terlihat. Hal inilah yang menimbulkan begitu maraknya produk-produk skin care yang tersebar pada saat ini.
Skin care atau perawatan kulit sendiri merupakan suatu trend yang pada saat ini begitu marak digandrungi oleh banyak pihak. Bahkan konsumsi kebutuhan tersier tersebut  telah hampir menggeser konsumsi primer dan sekunder pada masyarakat. Penampilan adalah suatu identitas diri bagi perempuan, banyaknya bullying yang dilakukan pada seseorang yang terkesan tidak cantik dikarenakan banyaknya masalah kulit wajah yang ada pada dirinya, rupanya membuat suatu gebrakan sendiri sehingga memicu munculnya harapan untuk bisa cantik dan dapat di terima oleh masyarakat dengan baik tanpa adanya diskriminasi perihal penampilan, terlebih kondisi wajah. Bahwasanya wajah menjadi suatu aset yang berharga yang menjadi titik kepercayaan diri seseorang. Terlebih pada perempuan yang sudah menginjak masa remaja, akan mendapati dirinya memiliki begitu banyak keluhan seputar kulit wajah seperti komedo, jerawat, kemerahan diwajah, wajah yang kusam, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan bahwa permasalahan kulit tersebut sebetulnya adalah suatu masalah yang terjadi ketika para remaja sudah mengalami pubertas atau menstruasi, yang mana kulit wajah akan mengalami perubahan dikarenakan perubahan hormon dalam tubuh mereka, baik seperti kekurangan minyak wajah atau kulit kering dan kelebihan minyak atau bisa disebut kulit berminyak. Kedua hal tersebut bisa menimbulkan ketidaksempurnaan dalam wajah seseorang yang jika dibiarkan akan semakin parah. Hal itu pula yang mendasari pilihan untuk merawat kulit wajahnya pada salah satu skin care untuk bisa mendapatkan suatu kondisi wajah yang baik.
Namun walaupun demikian, perawatan kulit dengan menggunakan skin care memang terbilang cukup menguras isi dompet karena biaya perawatannya yang terbilang tidak sedikit dan harus dilakukan dengan rutin setiap bulannya, sehingga pasien akan memiliki dampak kecanduan dalam penggunaanya, hal tersebut ternyata tidak begitu menyurutkan minat perempuan dalam merawat kulit wajahnya tersebut. Tidak mengherankan jika biaya yang dikeluarkan cukup mahal, karena skin care pada umumnya memang ditangani langsung oleh dokter atau dermatologist yang berpengalaman. Oleh karena itu hasilnya pun juga cukup memuaskan.
Media massa seperti televisi pun merupakan salah satu media yang memiliki andil yang begitu kuat dalam membentuk standar kecantikan dan sebagai tempat promosi yang efektif bagi perempuan, terlebih mahasiswi yang mulai banyak membudayakan konsumerisme skin care, berbondong-bondong untuk menghabiskan waktunya disuatu klinik untuk terus merawat wajahnya. Namun sayangnya, banyak sekali dari mereka yang hanya mementingkan potensi wajahnya saja tanpa melihat potensi kulit tubuhnya pula. Sehingga pemandangan perempuan dengan kulit ombre pun sudah bukan menjadi suatu hal yang mengganjal lagi. Yaitu adanya ketidak sinkronan antara antara kulit wajah dan kulit tubuh sehingga terjadi suatu gradasi warna yang tidak sesuai.
Fokus melakukan perawatan kulit wajah memang seringkali membuat para perempuan lupa dengan merawat kesehatan kulit tubuhnya sehingga kulit tubuh tidak secantik dan tidak sesehat kulit wajah. Hal tersebut terkesan berbanding terbalik dalam segi warna kulitnya. Sesungguhnya kulit tubuh pun juga membutuhkan perawatan yang sama banyaknya dengan perawatan kulit wajah, karena kulit tubuh juga rentan akan penyakit kulit, sehingga menjadi tampak lebih kusam dan tidak menarik.
Terdapat tiga kemungkinan alasan yang mendasari begitu banyaknya MPKH yang menjangkit perempuan-perempuan pada masa sekarang. Yang pertama, tidak dapat dipungkiri jika dibandingkan dengan merawat kulit tubuh, merawat kulit wajah umumnya lebih mudah namun jika merawat tubuh, tidak akan semudah demikian, yang mana kulit tubuh pun sangat luas sekali cakupannya yaitu dari leher hingga telapak kaki sekalipun. Kedua, karena menonjolnya sifat narsistik dari dalam diri. Contohnya, kebanyakan sesi berfoto pun yang diperlihatkan secara detail adalah wajah. Memperlihatkan seluruh tubuh mungkin akan menjadi suatu gaya berfoto yang lain lagi, namun hal tersebut bisa diatasi dengan memakai pakaian yang panjang-panjang, sehingga kulit tubuh yang hitam tersebut akan sedikit tertutupi walaupun tidak dengan maksimal. Ketiga, ada sebuah kata-kata yang berbunyi “dari mata turun ke hati”. Matalah yang pertama kali melihat bagaimana wajah seseorang yang kita lihat dan setelah itu kebanyakan baru melihat bagaimana bentuk tubuhnya. Tak dapat disangkal lagi, sebagus apapun tubuh seseorang jika wajahnya tidak terawat, akan menurunkan pandangan seseorang terhadap orang lain. Begitupun sebaliknya, apabila sejelek apapun badan seseorang, misalkan dengan kondisi gemuk atau terlalu kurus sekalipun apabila wajahnya cantik maka dia akan tetap terlihat cantik tanpa menurunkan persepsi seseorang terhadapnya.
Kemungkinan-kemungkinan alasan tersebut masih bisa untuk disangkal, sebanyaknya alasan apapun yang mendasarinya namun MPKH tetap bukan suatu hal yang bagus. Karena kesinkronan itu sangat perlu, terlebih jika dititikkan pada persoalan kecantikan.


Rabu, 08 Juni 2016

Artikel : “Ramadhan Datang, Masjid Berdesakan, Puasa Menjadi Formalitas”



Ramadhan Datang, Masjid Berdesakan, Puasa Menjadi Formalitas



 


Bulan Ramadhan 1437 H telah tiba, jatuh pada tanggal 06 Juni 2016 yang menjadi suatu pintu pembuka menuju gerbang Ramadhan tahun ini. Bulan Ramadhan adalah bulan kesembilan dalam penanggalan agama Islam. Sepanjang bulan ini terdapat beberapa rangkaian aktivitas keagamaan yang terjalin. Seperti berpuasa, shalat tarawih, peringatan turunnya Al-Qur’an, mencari malam Laylatul Qadar, memperbanyak membaca Al-Qur’an dan kemudian mengakhirinya dengan membayar zakat fitrah dan rangkaian perayaan Idhul Fitri.
Tidak dapat dipungkiri bulan Ramadhan adalah bulan yang paling dinantikan oleh umat muslim, dengan berbagai keutamaan dan keistemawaan yang tercakup didalamnya. Setiap orang disibukkan dengan cara dirinya melaksanakan rangkaian bulan Ramadhan ini dengan mencari sebanyak-banyaknya pahala. Yang mana segala kebaikan yang dilakukan akan dilipat gandakan oleh Allah SWT. Misalkan seperti seseorang yang menjalani ibadah puasa dengan sempurna dalam satu bulan penuh, dan ketika hari lebaran tiba seseorang tersebut akan selayaknya menjadi seorang bayi yang baru dilahir yaitu bersih dari dosa-dosa.
Pada awal puasa jalanan akan semakin ramai menjelang adzan maghrib. Banyak orang yang mulai memadati tempat-tempat makan untuk persiapan berbuka puasa, antrian pun akan berjajar panjang tak seperti biasanya dan semakin banyak penjual minuman dan makanan yang kian berjejer rapat di sisi-sisi jalan.
Masjid Berdesakan
Masjid pun tak kalah lagi, semula yang terbangun dengan bangunan luas seakan berubah menjadi sempit karena jumlah jama’ah yang membeludak tak seperti biasanya. Umat muslim semakin berbondong-bondong menyemarakkan Ramadhan yang hanya akan ada satu bulan dalam setahun.
Menjelang shalat isya’ dan tarawih akan menjadi moment yang sering kali terpilih. Adapula masjid-masjid yang bukan hanya terlihat penuh, bahkan ada yang meluber sampai ke pelataran dan halaman karena kapasitas yang tidak imbang antara tempat dan yang menempatinya. Mungkin ini adalah suatu bentuk keantusiasan masyarakat dalam menyambut Ramadhan, selain itu juga sebagai ajang mensucikan diri, mencari pahala sebanyak-banyaknya dan kian mendekatkan diri kepada Allah.
Namun jika dengan tujuan demikian, harusnya bukan hanya pada bulan Ramadhan saja seseorang giat melakukan ibadah seperti itu. Bukankah jika melaksanakannya dengan kontinue, maka hakikat diri yang didapatkan akan semakin kuat dengan adanya bonus-bonus bulan suci seperti Ramadhan itu sendiri.
Sayangnya, nyatanya hanya pada bulan Ramadhan sajalah masjid akan sangat begitu ramai. Sebelum dan sesudah bulan Ramadhan akan kembali sepi seperti biasanya. Bahkan tak jarang pada keseharian terutama di desa-desa, masjid hanya didatangi oleh orang-orang tua yang hendak mempersiapkan kepantasan dirinya sebelum menghadap kematian.
Berlomba-lomba Mencari Pahala
Apabila tiba bulan Ramadan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu neraka dan setan-setan dibelenggu. Sementara itu, tentu tidak ada seorangpun di antara kita yang menolak untuk masuk surga dan sebaliknya, tentu tidak ada seorang pun di antara kita yang bersedia disiksa di dalam api neraka. Hal tersebutlah yang menjadi suatu dorongan untuk berlomba mencari dan memperbanyak pahala.
Akan tetapi kebiasaan yang terjadi ketika melaksanakan ibadah puasa, hanya menjadi bentuk formal yang dilakukan untuk melaksanakan kewajiban. Hakikat puasa itu sendiri seakan diruntuhkan, yang kemudian hanya terpusat pada menahan makan dan minum dengan kurun waktu yang tlah di tetapkan. Perkataan kotor dan menahan nafsu lainnya tidak sedikit tetap dilaksanakan entah dengan sengaja atau tidak.
Hendaknya puasa bukanlah hanya menjadi suatu batu loncatan untuk merayakan idul fitri. Namun sebaiknya, juga dinikmati. Tidak terburu-buru sehingga esensi puasa itu sendiri dapat dirasakan. Karena akan sia-sia, jika puasa hanya menahan lapar dan haus untuk kurun waktu tertentu, namun didalam hatinya selalu ingin puasa itu cepat selesai.